Dihadapkan pada sebuah masalah yang cukup serius ketika itu, sedikit bingung juga saat itu. Hingga sebuah jalan keluar yang sebenarnya bukan sebuah solusi. Karena jalan keluar yang dipakai menimbulkan masalah baru, hanya saja lebih kecil tingkat kesulitannya. Ketika itu sebuah kelas harus mempunyai sebuah band (kami lebih senang menyebutnya kelompok bermain musik). Didalam kelas minoritas yang mempunyai anggota sedikit, kami mencobanya. Dengan kemampuan yang benar benar minim, latihan pertama mencoba menyatukan jiwa. Segala genre kami coba dengan skill yang sangat minim. Hingga akhirnya kami merasa bersatu dengan sebuah lagu yang berasal jamaika. Kami menyanyikan sebuah lagu berjudul “Could You be Loved” milik seorang legenda bernama Bob Marley. Ketika sudah merasa menjadi satu kami mencari lagu lokal yang mempunyai genre yang sama. Sebuah tembang dari Imanez menjadi keputusan yang sangat bijaksana saat itu, “Anak Pantai” kami mainkan secara dalam dan mempesona ketika latihan di sebuah studio murah. Langsung saja kami membuat keputusan untuk menyanyikan dua tembang itu diatas panggung kelak. Sebuah keputusan yang sangat cerdas, karena beberapa lagu yang lainnya kami tak mampu menjadi jadi satu. Walaupun saya belum hafal liriknya tapi tetap kita mainkan. Walaupun kami tidak didukung teman sekelas kami, tapi hal ini kami lakukan demi reputasi kelas, karena kami mempunyai moto minoritas berkualitas. Ketika latihan yang ke sekian, kami mencoba bermain di studio yang agak mahal, alhasil disana kami ditanya “apa nama band kalian?” bingung dan tak tau apa-apa, sepersekian detik itu pula, muncul nama “TONO” di pikiran salah satu dari kami lalu tertulis dalam sebuah tabel di kolom tiga tepatnya nama “TONO”. Ketika kami bertanya kenapa “TONO”? teman kami menjawab, karena “TONO” adalah orang paling terkenal nomor dua setelah “Budi”, jika kalian memperhatikan ketika SD pasti juga akan merasakan hal yang sama, Budi dan Tono sama-sama bersaing untuk menjadi orang paling terkenal se-Indonesia dengan kiprahnya di sebuah buku berjudul “Pintar Berbahasa Indonesia”. Akhirnya hari yang tidak dinanti datang juga, ketika kelas kami dipanggil oleh panitia, kami sudah tak sabar untuk mengakhirinya. Ketika menginjakkan kaki ke atas panggung saja sudah salah, saya menjadi sangat grogi, ketika itu kaki kami yang pertama kali menginjak panggung adalah kaki kiri, seharusnya kaki kanan. Setelah mendapat sebuah mikropon, saya mengucapkan beberapa patah kata yang berdampak negatif, para penonton menjadi tidak tertib dan saling bersenggol-senggol didepan panggung yang belum kami kuasai, lalu salah satu dari kami berkata siap, rima seganas pantai menaklukan mereka, mereka gembira dengan apa yang kami bawa, dua detik setelah saya merasakan hal itu, saya berubah pikiran, saya tak mau mengakhiri atmosfer seperti ini, terus lakukan, kita gembira bersama sekarang. Penonton ber-sing along bersama saat saya tak menemukan arsip lirik itu di otak saya, ternyata membawakan lagu seorang legenda menyenangkan. Panitia hanya memberikan waktu sekitar lima belas menit, dan kami tidak mengetetahui hal itu karena pada saat technical meeting, salah satu dari kami tidak ada yang hadir. Lebih dari tiga puluh menit kami lewati karena kami me-medley dengan beberapa buah lagu milik Bob Marley. Setelah itu kami akhiri dengan terima kasih karena panitia telah mengusir kami dengan tidak kasih, dalam hati saya tetap asu walaupun saya berucap tengkyu!
5 komentar:
Ternyata muncul juga cerita lahirnya sang legenda.
asikkkk..
gw pertamax..
Teringat akan saat-saat di mana kita membuat revolusi tentang sebuah aliran musik di sebuah lembaga milik pemerintah.
Kurniawan Adi Saputro
ya kami memang selalu membawa pembaruan
mantabs . .
gue suka banget foto yang lagi bertapa ! hahahahahaha
udah kyak mbah dukun saja
Posting Komentar