Minggu, 24 Oktober 2010

Keberuntungan TONO bagian 2


Mencuat pertanyaan, kenapa artikel ini tidak dijadikan satu dengan “Keberuntungan Tono”? Sebuah pertanyaan yang cerdas, akan tetapi apabila Anda mempunyai pertanyaan seperti itu, Anda harus bersiap dengan dengan jawaban penulis yang lebih cerdas tentunya. Seorang manusia biasa pasti akan menjumpai dan merasakan keadaan lelah, ketika itu penulis sedang menjadi manusia biasa yang bukan manusia super, karena manusia super hanya ada dalam cerita dan hasil dari rekayasa manusia biasa, jadi bisa disimpulkan bahwa manusia super ada karena keberadaan manusia biasa yang mensuper-superkan manusia, dan sebagai penulis yang juga seorang manusia biasa wajar jika lelah dan ingin istirahat. Silahkan bagaimana Anda menanggaapinya. Semoga saja puas. Ketika kita hidup, sangat menutup kemunginan jika kita tak pernah mendapat cobaan, karena cobaan adalah sebuah ujian katanya, ketika kami sukses mengguncang panggung, kami berempat memutuskan untuk mengambil mapel musik ketika itu, padahal tak seorangpun dari kami mampu mendefinisikan kata musik, karena di instansi yang bergelut di bidang pendidikan yang ketika itu kami jalani, harus memilih salah satu pelajaran seni, antara seni rupa dan musik, tanpa pikir panjang langsung saja ambil keputusan. Sudah muncul berbagai konsep yang terbesit dihati kami, dan kami berpikir kami akan kosong untuk mapel seni musik selama satu tahun. Sangat senang bukan kepalang bahkan gembira ria saat itu, namun keceriaan sirna ketika seorang yang biasa disebut Bapak Guru (disebut Bapak Guru karena berjenis kelamin lelaki, jika berjenis kelamin Perempuan disebut Ibu Guru) berkata saya kurang suka dengan konsep yang kalian buat, tetap semangat dan tidak putus asa, walaupun sedikit terpaksa. Menyimak lagu secara acak kami lakukan setelah itu, bukan menuai hasil malah berbuah pahit, kami semakin salah arah. Meniru cara bernyanyi Ian Curtis yang sulit ditebak, tidak berhasil untuk menutupi vokalis kami yang memang tidak bisa bernyanyi. Mencoba menjadi seorang Tom Delonge juga kurang berhasil karena memang kami mempunyai kemampuan yang melebihi normal sehingga tidak normal. Sang Basswan yang memang mahir merangkai kata, iseng membuat coretan dengan pena yang hampir habis masanya, ketika telah tercipta beberapa bait mengeluh tiba-tiba seketika itu kami terkejut karena sepersekian detik sebelum mengeluh, si pena enggan mengeluarkan tinta. Hidup penuh tekanan berasa ingin kehilangan nyawa seketika itu, hingga akhirnya malaikat datang membawa pencerahan berupa pensil murah yang belum runcing dan dibutuhkan orang yang mahir dibidang meruncing pensil agar pensil tersebut mampu dipakai sebagaimana mestinya. Dengan bantuan sebuah benda tajam, kami mampu meredam emosi Sang Basswan, dan dia pun meneruskan kegiatan isengnya dengan si pensil itu. Seseorang dari kami yang bertugas memukul tetabuhan yang disebut drum membantu Sang Basswan dengan menutup matanya dan menerbangkan pikirannya ke alam mimpi. Sedangkan Sang Pemetik dawai damai membantu dengan menggerak-gerakkan jari-jemarinya pada sebuah benda yang mempunyai tabung resonansi dilengkapi beberapa dawai dengan berbagai ukuran yang berbeda, orang awam biasa menyebutnya dengan sapaan gitar. Dan saya sendiri membantunya dengan bernyanyi yang sebenarnya kurang pantas apabila disebut bernyanyi mungkin bisa disebut menggetarkan pita suara hingga muncul beberapa tangga nada yang kacau. Ketika dia sudah mantap dengan kosakata yang dia rangkai, akhirnya saya harus menyalin tulisannya yang memang sedikit tidak bagus karena kami menyebutnya sangat menyiksa mata. Setelah semua rangkaian kata berhasil disalin dengan perjuangan yang sangat panjang tentunya, kami mencari cara untuk menyanyikannya. Hari berikutnya kami sangat berbangga hati, karena lirik lagu kami yang terbaik diantara yang lainnya. Tidak hanya berbangga hati, akan tetapi juga sakit hati, karena konsep kami yang kedua juga tidak diterima. Ketika stres melanda, tukang jamu saya datangi. Alhasil stres pun hilang karena saya memesan jamu anti stres dicampur madu, anggur, dan kuning telur. Benar-benar ramuan mujarab, seketika itu stres yang melanda sirna.
Sedikit bosan dengan pendapat si Guru, akhirnya idealisme kami hampir runtuh, akan tetapi tidak secepat itu. Kami menggabungkan dua jenis musik yang bertolak belakang. Dan akhirnya diterima oleh si Guru yang sangat merepotkan kami itu. Setelah konsep tersusun jelas dan rapi, maka kami diberi kesempatan untuk mengabadikannya. Ketika itu hati kita berbunga-bunga dan otak kami berbintang-bintang. Sebuah pertanyaan dari pihak rekaman sangat tajam menusuk pokok permasalahan, dan kami tak mampu menjawabnya ketika pihak rekaman bertanya “temponya berapa, rimanya berapa?”, kami hanya berbingung bersama saat itu. Dan akhirnya si mas dari pihak rekaman memecahkan kebingungan kita, dia menyuruh kami untuk menyanyikan beberapa bait, dan akhirnya terjawablah pertanyaan si mas tadi. Ternyata tak semudah yang kami bayangkan, hampir sepekan kami lewati hanya untuk mengabadikan hasil karya kami. Memakan waktu, biaya, dan tenaga. Kisah yang panjang itu berbuah hasil yang kurang gemilang karena si mas berbeda selera dengan kami. Kami hanya pasrah dengan keadaan, karena saya tak bisa berbuat apa-apa. Dengan masalah yang sedemikian itu, kami bertekad ketika live performance harus lebih baik. Karena si mas pihak rekaman ternyata tidak terlalu mahir dibidangnya dan karya kami adalah korbannya, asu! Setelah kami selesai mixing, kami berkeinginan untuk mendengarkan karya dari kelompok lain, ternyata mereka banyak menjiplak dari band-band melayu ternama, bahkan ada yang seperti jingle sebuah iklan minuman suplemen, asu lagi! Kami benar-benar kecewa saat itu, kalau tau begitu saya tinggal menyanyikan tembang favorit saya, pasti tidak ada yang mengetahui. Bisa merekam berpuluh-puluh lagu jika keadaan seperti itu dibenarkan, lagi-lagi asu! Tak perlu disesali karena sebuah hal yang benar itu pasti akan menuai kebenaran kelak. Sekitar dua pekan lagi kesempatan balas dendam, dan membuktikan bahwa kami lebih hebat. Sedikit berdoa, minim harapan, kurang kemampuan, kita libas saja dengan latihan dua kali sebelum hari yang dimana harus live perform disebuah studio yang murah. Ketika hari pembalasan kita akan dihukum sesuai dengan apa yang pernah kita lakukan didunia, dan hal itu tidak ada hubungannya dengan live perform kami. Ada sebuah kelompok yang menjiplak habis sebuah band powerpop, mereka sok asik, dengan memakai pakaian KW brand mahal yang mereka banggakan, dan meminjam synth milik tetangga mereka, dengan berbagai perlengkapan wireless yang mutakhir mereka berlonjak dan meminta yang hadir ikut bersatu dengan aksi mereka. Sebenarnya kasian juga dengan mereka yang kurang disambut hangat oleh para hadirin.
Dan akhirnya pahlawan datang membawa kemeriahan, memecah kesunyian. Dengan memakai additional baru disambut panas oleh hadirwan dan hadirwati. Senang sekali rasanya, saya yakin mereka tak sabar menyaksikan penyanyi terbaik yang buta nada menggetarkan pita suaranya yang diluar kendali, dan menyaksikan aksi panggung seorang pemain bass terbaik yang hanya bisa bermain akord dasar saja, lalu menyimak hentakan pemain tetabuhan yang bersahaja berbalut nada sumbang dari sang pemetik gitar yang pandai dalam ilmu hitung. Sapaan selamat siang disambut dengan tepuk tangan yang hampir memecah beberapa buah kaca tempat penyimpanan buku. Memberi sebuah wacana tentang cara menikmati akhir pekan, mencela mereka yang tidak merespon, berterima kasih kepada panitia, berbincang bincang ketika persiapan, kami lakukan untuk mendapatkan mau mereka. Setelah semua siap, kami mulai dengan jantan, sebuah prolog yang semoga nyambung dengan isi lagu ketika intro, petikan-petikan akord dasar yang memukau, dentuman tetabuhan yang menghentikan detak jantung, dan buaian suara bass yang menggugah jiwa bercampur bersama ketika itu. Ditengah lagu kami menuangkan sesuatu yang belum pernah mereka dengar, ketukan bertambah cepat mereka semakin bertenaga menghentakkan kakinya. Setelah mereka lelah kami kacaukan konsentrasi mereka dengan sebuah interlude yang sederhana, kembali terulang karena lirik yang sangat bersahaja, mereka mulai ikut bernyanyi ketika bait-bait terakhir. Dan sang vokal menutup dengan sedikit kata bijaksana yang disambut oleh permainan drum yang sesuai selera. Ya kami bermain dengan hati bukan dengan skill, sejak saat itu bukan hanya TONO, akan tetapi TONO SOULSYSTEM. Kami akhiri dengan bijaksana, mereka senang dan begitu juga kami. Mencoba mempublikasikan karya yang telah diabadikan, dengan membagikannya di sebuah situs unduh unggah ternama, membuat berbagai akun yang berhubungan dengan publikasi, alhasil selama satu bulan pengunduh lebih dari seratus orang, sungguh prestasi yang mencengangkan, untuk seorang amatir. Dan semoga yang malas mengunduh, menyalin punya teman dan menggunakan alternatif lainnya, supaya kami menjadi semakin dikenal tetapi bukan terkenal, hanya dikenal masyarakat saja sudah senang. Dan akhirnya sampai jumpa minggu depan.
dan inilah yang terjadi jika belum mempunyai fotografer pribadi


Tidak ada komentar: