Sebuah diskusi serius kami lakukan untuk memperoleh hasil akhir yang maksimal dan memuaskan. Dengan sedikit terburu-buru karena hari sudah larut, akhirnya diputuskan juga sebuah keputusan yang akhirnya menjadi kesepakatan bersama. Yaitu menggunakan sarana transportasi umum. Sebuah kendaraan umum yang mempunyai argometer yang untuk mempersingkat cerita selanjutnya kami sebut taksi yang lewat ketika itu kami hadang, terjadi tawar menawar yang hampir memakan korban ketika itu. Karena tarif taksi yang tak sesuai selera kami mencari alternatif lain dan hal tersebut hampir saja menuai korban berupa uang saku kami.
Sebuah tindakan yang bijaksana, memberhentikan sebuah kendaraan umum yang selalu dijumpai disetiap sudut kota berlabel 24 atau mungkin bisa juga disebut kendaraan roda empat yang mempunyai plat nomor berwarna kuning dan mempunyai label 24 atau angkot 24 supaya tidak bingung. Hal itu adalah alternatif yang benar-benar sesuai dengan keadaan kantong kami yang kian lapar. Ternyata sopir dari angkot itu sangat tidak mahir, berulang-ulang kali mesin angkot mati. Setelah mesin mati berkali-kali mesinpun juga hidup berkali-kali. Lalu setelah keduanya berkali-kali, akhirnya kami mencapai sebuah simpang, yang kata orang-orang disana tempat ini disebut dengan Slipi.
Sebuah forum diskusi kami buka kembali di tempat yang asing bagi kami ini, saat ini topiknya sedikit berbeda tapi masih mempunyai kemiripan dengan forum diskusi sebelumnya. Kami menyuruh orang sekitar untuk berpartisipasi dalam forum diskusi kami. Bermacam argumen kami terima, dan akhirnya kami juga yang menyimpulkan.
Kesimpulan : ternyata tempat kami ketika itu memang benar-benar diberi nama Slipi oleh Pemerintah setempat, dan kami akhirnya juga terpengaruh untuk menyebut tempat kami ketika itu dengan sebutan yang sama dan tidak berbeda yaitu Slipi. Jika kita ingin ke tempat yang telah disebutkan sebelumnya kami harus mencari sebuah kendaraan berukuran besar yang dapat mengangkut puluhan orang dan menggunakan bahan bakar solar lalu di kaca depannya terdapat stiker yang terdiri dari beberapa huruf terangkai secara sengaja oleh pembuat stiker sehingga membentuk sebuah kata yang berarti sebuah julukan untuk sebuah tempat atau sapaan akrab sebuah tempat yang dituju oleh kendaraan tersebut, jika kalian bingung sebut saja bus jurusan Grogol.
Saya senang mereka mau berpartisipasi di forum diskusi kami. Walaupun kami harus aktif tapi informasi mereka sangat berharga. Kami bergantian untuk memancing mereka mengemukakan pendapat mereka. Tentunya dengan kalimat yang sama dan tak jauh berbeda “Maaf Bang/Pak/Bu kalau dari sini mau ke Kelapa Gading naik apa ya?”. Dan tanggapan mereka hampir sama.
Tepatnya kurang tahu, akhirnya kami punya kemampuan untuk memberhentikan bus yang dimaksud yang telah disebutkan sebelumnya oleh peserta forum diskusi kami yang sangat aktif dan terampil dalam melakukan dialog. Bukan hal yang mudah untuk memberhentikan kendaraan itu, karena dijalan yang sangat ramai, dan beruntungnya salah satu dari kami berani mengambil resiko. Dengan modal mental yang sangat dahsyat, tangan kiri diangkat membentuk sudut siku-siku, lalu menggoyangkan telapak tangan keatas kebawah setiap ada bus yang dimaksud lewat. Bukan hal yang mudah untuk dilakukan, karena apabila sudut antara lengan tangan dan badan tidak membentuk sudut siku-siku sopir bus tersebut enggan untuk berhenti, mungkin dimata mereka terdapat alat pendeteksi sudut siku-siku. Yang lebih hebatnya lagi mereka hanya membutuhkan waktu sepersekian detik untuk mengetahui apakah itu sudut siku-siku atau tidak. Berkali-kali kami gagal, mungkin karena sudut yang kami buat belum 90˚. Setelah kesekian kalinya kami gagal membentuk sudut siku-siku, ada seseorang yang sepertinya juga mempunyai tujuan hampir sama dengan kita. Sungguh mengagumkan, orang itu mampu membentuk sudut siku-siku sempurna hanya dengan sekali mencoba. Dan karena kendaraan tersebut berhenti akhirnya kami pun ikut masuk kendaraan bersama orang yang sangat mahir membuat sudut siku-siku tersebut.
Sebuah pemandangan yang paling mudah dijumpai, suasana penuh sesak. Dalam kendaraan yang besar itu kami bersaing untuk mendapatkan udara segar. Menurut disiplin ilmu yang pernah saya pelajari, pelanggan adalah raja, tapi dalam kotak besi yang mampu berjalan ini sungguh sangat tidak berlaku. Disini pelanggan adalah korban ruang minim oksigen. Fasilitas yang kami dapatkan adalah besi yang saya yakin mengandung banyak bakteri untuk berpegangan supaya kami tak semakin menjadi korban. Beberapa meter pertama sudah sedikit beradaptasi dengan keadaan, beberapa meter kemudian benda ini berhenti lagi untuk menaikkan calon korban lagi. Memang benda ini mempunyai kharisma yang sangat dahsyat, tak perlu dengan merayu, cukup berhenti korban pun berdatangan.
Selang beberapa menit yang terasa sangat lama, benda ini berhenti dan hampir semua orang turun di tempat yang dijadikan tempat berhenti kotak berjalan itu. Kami sangat senang karena akhirnya kami bisa merasakan kursi usang yang terlihat menggoda. Kami duduk bersebelahan dan bersaing untuk mencela keadaan yang baru mereka jalani.
Terdapat beberapa hal yang menjemukan didunia ini, bahkan apabila disebutkan satu persatu akan memakan waktu berhari-hari untuk menghafalkannya. Karena hal yang menjemukan orang yang satu dengan orang yang satunya lagi berbeda. Jadi mereka mendefinisikan jemu sesuai dengan pandangan mereka masing-masing. Jika satu orang mempunyai satu persepsi tentang definisi jemu, hitung saja berapa definisi jemu versi pribadi yang ada didunia, lalu setelah itu, mereka menyebutkan tindakannya, jika satu orang menyebutkan dua, tinggal dikalikan dua dari jumlah populasi didunia atau dikalikan dua dengan jumlah persepsi orang tentang jemu. Pasti jika dihitung sangat memakan waktu, apalagi untuk menulis dan membacanya? Akan lebih memakan waktu berlipat-lipat. Bayangkan jika semua hal itu disebutkan dengan berbagai bahasa yang berbeda. Cukup bayangkan saja, akan menjadi buku yang sangat tebal jika dibukukan. Dan mungkin bisa menjadi bacaan yang membosankan untuk dibaca, bahkan dengan membayangkannya saja sudah bosan apalagi selain membayangkan pasti rasanya akan sangat berat sekali. Dan hal menjemukan yang sedang kami jalani sekarang ini adalah menunggu. Kami menunggu sangat lama. Bahkan jam yang ada di bus itu terlihat bosan dan penat, karena kami pandangi secara terus menerus secara bergantian dan kontinyu. Ternyata si pengendali kotak besi ini sedang menikmati sebatang rokok, kami tak mau kalah, kami juga punya benda seperti itu, bahkan lebih mahal. Setelah itu kami juga masih menunggu. Hingga akhirnya menunggu pun juga mulai bosan dan akhirnya saya waiting.
Penulis juga akan mengajak pembaca untuk menunggu, dimana penulis diwajibkan menunggu akhir cerita dari balada ini. Silahkan tunggu untuk lanjutan cerita dari perjalanan ini.
segera terbit kelanjutan cerita...