Minggu, 19 Desember 2010

Mengubah Cerita di Masa Depan dengan Spontan

Ketika usai adzan berkumandang, telepon seluler dengan sangat nyaringnya memecah keheningan ketika umat islam khusyuk beribadah disebuah masjid. Sedikit acuh tak acuh dan tidak menyimak apa yang terjadi terhadap telepon seluler ketika itu. Dalam sebuah layar flatron serius membangun sebuah cita-cita saat yang sama dengan menekan secara bergantian papan tombol secara spontan, tidak terencana dan selaras antar hurufnya. Didalam sebuah jendela lain muncul sebuah pesan disebuah kotak obrolan dari seorang teman, bingung adalah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi ketika itu. Dengan sedikit khawatir diterimalah sebuah tawaran tersebut. 

Membasuh tubuh yang belum terbasuh selama sekurangnya empat puluh delapan jam adalah awal dari sebuah perjalanan spontan ini. Tujuan yang belum diketahui oleh penulis, biaya yang belum terperinci, menjadikan kesan spontanitas dari hal perjalanan ini kian mantab. Setelah basah lalu dibilas, berganti pakaian yang lebih wangi adalah keputusan yang bijaksana. Setelah semuanya terlihat layak, tidak lupa mengkunci kamar. 

Dari sebuah simpang terlihat sesosok besi berjalan yang dikendalikan oleh pengendali besi, ternyata itu adalah kendaraan yang akan mengantar kami semua ke sebuah tempat yang akan kami kunjungi. Dengan sedikit khawatir, penulis masuk dan mengamati situasi sekitar. Mengamati obrolan yang sedang dibahas, beberapa menit berikutnya kalimat pertama untuk penulis terucap.

Berputar-putar mengitari aspal yang membalut jalan. Lalu setelah berputar-putar, akhirnya kami masuk kedalam sebuah gang yang sangat asing di mata penulis. Sebuah gang sempit yang hanya bisa menerima satu kendaran untuk hilir mudik, dengan sangat terpaksa kami masuki. Dan akhirnya sampailah disebuah rumah salah satu penumpang, kami turun bersama. Dan akhirnya bermacam-macam makanan keluar secara bergantian, kontinyu hingga berhenti pada sebuah momen dimana kami menyebutnya setelah babak ketiga, berawal dari rencana mengambil perangkat pengabadi gambar yang mutakhir, berakhir dengan penuhnya isi perut. Dan perjalanan berlanjut.

Disebuah Rest Area kami beristirahat sejenak untuk menunaikan ibadah bagi yang menunaikannya, dan menghisap beberapa batang rokok berbagai brand ternama bagi yang merokok, sementara bagi yang tidak merokok, mencoba mengabadikan momen ini dengan mengabadikan gambar di tempat ini. Mereka tersenyum dan berusaha tampil prima dihadapan sebuah kamera. Bukan hanya itu, mereka yang tidak merokok juga mengizinkan yang merokok untuk bergabung bersama seraya tersenyum atau berpose sesuai selera masing-masing.

Percakapan kian mengikis malam, tenggelam kami dalam wacana yang tak tentu arahnya, didalam kendaraan yang mengangkut kami. Ketika disebuah tol yang disana berkembang mitos menyeramkan, seseorang yang mempunyai jenis kelamin tidak sama dengan penulis, berteriak protes karena takut dan jemu mendengar mitos yang mengganggu itu.

Lalu kami mulai bosan dengan berada di tempat yang telah disebutkan sebelumnya itu. Tanpa pikir panjang kami melanjutkan perjalanan itu, setelah kami masuk benda yang bisa berjalan ini, kami bercengkerama bersama hingga sampai pada suatu titik yang namanya titik titik.
kegiatan di rest area bagi yang tidak merokok

ini bagi yang merokok

bagi yang tidak memfoto
  

bersambung di bercengkerama selanjutnya...

3 komentar:

Anonim mengatakan...

ngorong!!!

Unknown mengatakan...

waah danaar..gw baru sempet buka link post-an lo.haha
waah kerenkeren! ternyata lo punya blog.hahahhaaa
tulisan lo yg ini,yg paling bgus menurut gw.soalnyee ada poto gw cooyyy.wakwakwak
MANTAB MANTAB!LANJUTKAN! ckck

Danar Sulistyono mengatakan...

masih ada dua bagian lagi sepertinya,, ayo kita membuat cerita di masa depan lagi!!